Berita

Langgar PSBB Corona Tak Dapat Dipidana, Analisa Ahli Hukum Administrasi Negara Dr Nuryanto A Daim SH MH

Diterbitkan

-

Langgar PSBB Corona Tak Dapat Dipidana, Analisa Ahli Hukum Administrasi Negara Dr Nuryanto A Daim SH MH

Memontum Lumajang – Menurut hukum, masyarakat yang melanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tentang virus corona atau Covid-19 yang sedang diberlakukan di beberapa daerah, tidak semua dapat ditangkap dan dipidana dengan dasar Peraturan Penerintah (PP), Peraturan Menteri (Permen) maupun Peraturan Gubernur (Pergub) dan Peraturan Bupati atau Peraturan Walikota.

Karena sanksi pidana hanya dapat dijatuhkan oleh Undang-Undang (UU) dan Perda saja. Hal itu disampaikan Pakar Hukum dari Universitas Wijaya Putra Surabaya Dr. Nuryanto A Daim SH MH. Saat wawancara dengan wartawan memontum.com di Lumajang, Minggu (4/5/2020).

Menurutnya, seharusnya, sanksi PSBB paling tinggi hanya denda, itu yang dapat dilakukan Daerah tapi dalam bentuk Perda, bukan Pergub, Perwali atau Perbup. Sekarang yang mengeluarkan aturan PSBB adalah Bupati/Walikota dan bukan Perda yang melibatkan DPRD. Di mana ada representasi masyarakat di dalamnya, sehingga terdapat legitimasi pada produk hukum yang dibuatnya.

“Dalam penanganan dampak penyebaran virus Covid 19 ini, Indonesia sebenarnya sudah memiliki 3 (tiga) UU yang dapat diterapkan dalam konteks menghadapi pandemi virus corona Covid-19. Tiga UU tersebut yakni: UU Kesehatan, UU Wabah Penyakit, dan UU Kekarantinaan Kesehatan,” terangnya.

Advertisement

Dijelaskan, Kalau kita mengacu pada UU tentang wabah penyakit, ada sanksi pidananya. Sedang yang diterapkan sekarang UU tentang Kekarantinaan Kesehatan, itu yang dijadikan sebagai acuan diterbitkannya PP mengenai PSBB. Jadi tidak mengacu pada UU Kesehatan maupun UU Wabah Penyakit.

Dengan demikian yg dapat ditindak oleh Polisi dan PPNS adalah Pelanggar PSBB menurut Ps. 59 UU Kekarantinaan Kesehatan:

(1) Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan bagiandari respons Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

(2) Pembatasan Sosial Berskala Besar bertujuanmencegah meluasnya penyebaran penyakitKedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu.

Advertisement

(3) Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimanadimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

a. Peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. Pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau
c. Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

“Jadi hakikat PSBB itu tidak termasuk pembatasan lalu lintas keluar masuk wilayah/Kota. Karena itu merupakan ranah karantina wilayah (lockdown). Jika ada warga yang mudik atau pulkam kemudian ditindak ini adalah maladministrasi,” jelasnya.

Sebenarnya political will Rezim Jokowi yang berkuasa saat ini, kata Doktor Ahli Hukum Administrasi Negara itu, kebijakan yang dikehendaki bukan PSBB tetapi karantina wilayah (lockdown). Nampak sekali dari praktek penerapan di lapangan, dengan adanya pemeriksaan lalu lintas di perbatasan wilayah, Kabupaten, Kota dll.

Advertisement

“Tetapi karena adanya syarat yang sangat berat yang harus ditanggung Pemerintah Pusat, diantaranya adalah kecukupan kebutuhan pangan setiap warga yang wajib ditanggung oleh pemerintah dan juga pemenuhan kebutuhan pangan untuk hewan ternak dan piaraan juga wajib disediakan juga,” ungkapnya.

“Di samping dampak ekonomi yang serius, jika semua akses lalu lintas baik, darat maupun laut dan udara yang harus ditutup tentu akibatnya sangat serius bagi pemerintah dan masyarakat,” imbuhnya. (adi/yan)

 

Advertisement
Advertisement
Click to comment

Tinggalkan Balasan

Trending

Lewat ke baris perkakas