Hukum & Kriminal

Perhutani Dianggap Penjajah, Rakyat Burno Lumajang Melawan ‘Tolak Tukar Guling’

Diterbitkan

-

Perhutani Dianggap Penjajah, Rakyat Burno Lumajang Melawan 'Tolak Tukar Guling'

Memontum Lumajang – Ratusan kepala keluarga yang tinggal di Dusun Karanganyar Desa Burno Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang Jawa Timur resah. Pasalnya penduduk yang sudah puluhan tahun tinggal di Dusun tersebut harus pindah dan jika tidak, harus membayar sejumlah uang yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah pada Perhutani agar tidak digusur.

Namun rakyat setempat yang jumlah keseluruhannya mencapai 208 KK tersebut menolak untuk ditukarguling. Penolakan dilakukan warga dengan cara menempelkan banner di setiap rumah yang bertuliskan ‘Menolak Tukar Guling’.

“Meniko wonten program duko sakeng perhutani sakeng atas nopo sakeng petugas lapangan nggeh, masyarakat dereng ngertos. Wonten program tukar guling dados ten ngriki permeter tukar guling niku diterang ngaken permeter tigangdosogangsal ewu. Dados dipunjumlah setunggal hektar tigangatus seket juta (Ada program apa dari perhutani pusat apa dari staf lapangan, masyarakat tidak mengerti. Ada program pertukaran di sini sehingga nilai tukar dijelaskan permeter tigapuluhlima ribu. Jadi total jika satu hektar tiga ratus lima puluh juta),” kata Mbah Prayit yang merupakan perwakilan warga dusun karanganyar pada wartawan memontum.com di rumahnya, Selasa (14/7/2020) sore. Dengan logat jawa kentalnya.

Dijelaskan, karepipun masyarakat ngriki soale ngriki empun nggeh niku wau mulai taun sekawandosokale. Wong nggeh terus terang mawon ten mriki nggeh lek kulo roso, lek kulo roso lho mas, nopo enggeh, nopo mboten, wong masyarakat indonesia, nopo mboten masyarakat indonesia ngriki (Keinginan masyarakat di sini karena mereka sudah ada di sini sejak tahun 1942. Terus terang saja, yang saya rasa, kalau saya rasa mas, apa iya, apa tidak, kan masyarakat Indonesia. Apa bukan masyarakat Indonesia disini).

Advertisement

“Lha niki, umumipun mas, negari sampun merdiko, niki kok tasek enten watak-watak penjajah ten daerah mriki (Lha ini, negara sudah merdeka kok masih ada watak-watak penjajah di daerah ini),” ungkapnya

Lanjut Mbah Prayit, Dados lek kulo raosaken, di sebut-sebut londo blangkonan kok tasek katah, niki kepingin, nopo nggeh, adile tatanan ten negoro niki dospundi. Nggeh seng terang masyarakat niki jelase niku nggeh kepingin sertifikat kangge tanah ngriki (Jadi saya merasa, apa yang disebut londo blangkonan kok masih banyak, ini adalah keinginan, Tatanan negara yang adil bagaimana, yang jelas masyarakat menginginkan sertifikat untuk tanah ini).

“Soale empon mulai taun sekawandosokale niku tiang sepah kulo pun soro ndamel enggen ten mriki niki, soro mas, kok wonten program kados ngoten mas, lha aturan niki dospundi se rakyat niki bade dirugek aken, mboten dirugek aken mas, bade di tekek (Alasannya adalah bahwa sejak tahun 1942, saya dan orang tua saya telah di sini, Susah Mas, mengapa ada program seperti ini Mas? lha aturan ini bagaimana, rakyat ini akan dirugikan, tidak dirugikan mas, akan dicekik),” tutur mbah prayit.

Sementara itu, pihak Perhutani hingga berita ini diturunkan belum berhasil dikonfirmasi. (adi/yan)

Advertisement

 

Advertisement
2 Comments

Tinggalkan Balasan

Trending

Lewat ke baris perkakas